SURAT KECIL DALAM CINTA
Kasih, aku ingin menceritakan sesuatu pada kau. Aku ingin membuka memori-memoriku saat bersama kau yang tersimpan rapi dalam serebrum-ku. Kutulis surat kecil ini khusus hanya untuk kau.
***
Sebenarnya, aku sudah kenal kau waktu kelas 1 SMP, di sebuah SMP favorit di kota ini, meski kita tak sekelas. Aku tahu kau adalah cewek pintar dan cantik, juga ramah. Pada akhirnya, kita dipertemukan di kelas 2 SMP, aku tak menyangka bila aku bisa sekelas dengan seorang cewek seperti kau. Di kelas itu, kau menunjukkan kepandaianmu di kelas, kau begitu aktif dengan semua pelajaran. Aku pernah jatuh cinta dengan kau, saat itu. Namun, tak mungkin rasanya, karena aku bertubuh chubby, sedang kau, walau tidak kurus juga tidak gemuk, tapi parasmu menghipnotis beberapa cowok. Apalagi kau sedang berstatus pacaran dengan seorang cowok yang terkenal tampan dan jago main basket.
Kupikir kau adalah manusia sombong yang terlena akan kecerdasan dan kecantikanmu, ternyata itu salah! Aku terlalu su’udzon pada kau selama ini. Astaghfirullahal’adzim, batinku. Kau begitu ramah sekali, sampai-sampai kita pernah bersahabat dengan salah satu sahabat kau ketika SD yang juga sekelas denganku.
Pertama kali aku mengunjungi rumah kau ketika kita mengerjakan tugas kelompok untuk membuat prakarya dari bahan kain jumputan. Saat itu, kerja kelompok berlangsung seru, hingga meninggalkan bekas berwarna kuning di lantai teras rumah kau. Pada saat itulah aku pertama kali kerja kelompok dengan kau, juga yang terakhir.
Perlahan tapi pasti, rasa cintaku pada kau mulai berkurang saat aku mulai mencintai cewek lain, hingga akhirnya aku pacaran dengannya. Dan kau tak pernah tahu tentang ini, hingga sekarang.
Tak terasa, akhir tahun kelas 2 berakhir. Saatnya kita duduk di bangku kelas 3. Aku berharap, kau, aku, dan sahabat kau, masih tetap satu kelas. Tapi kenyataan berkehendak lain, aku dan sahabat kau berada di kelas 9-5, dan kau di kelas 9-6. Namun, persahabatan kita masih terus berjalan. Setiap waktu istirahat, kau selalu ke kelasku hanya untuk ngobrol dengan sahabat kau, terkadang dengan aku. Berita kau putus dengan kekasihmu sempat membuatku kaget, karena aku yakin kau akan lebih cocok bersamanya dibandingkan cowok-cowok yang ada di sekolah ini, termasuk aku. Akan tetapi, kabar itu cepat berlalu. Kau sudah menjalin kasih dengan seorang cowok dari Jakarta yang berusia 3 tahun lebih tua daripada umur kau. Perasaanku saat itu hanya biasa-biasa saja.
Masa putih biru hampir selesai. UAN dan tes-tes penerimaan siswa baru di sebuah SMA favorit yang letaknya satu komplek dengan SMP kita lunas terlaksanakan. Sekolah mempersiapkan berbagai acara untuk perpisahan, seperti pelepasan siswa, membuat buku tahunan, acara rekreasi, dan sebagainya. Tak kusangka, sebentar lagi kita akan mengenakan seragam SMA.
Aku teringat akan suatu peristiwa yang menurutku sangat aneh, namun sangat berkesan yang harus kusimpan baik dalam otakku saat itu. Suatu ketika semua siswa SMP mempersiapkan buku tahunan dengan foto bersama kelasnya masing-masing, kebetulan konsep kelasmu adalah cita-cita. Kau memakai jas dokter yang masih bersih kepunyaan kakakmu. Kau sempat menemuiku di tempat aku narsis bersama teman-temanku untuk mengisi buku tahunan. Aku begitu terpana melihat kau berpakaian layaknya dokter. “Kau kalau begini seperti dokter!”, pujiku pada kau. Kau merasa tak percaya dengan ucapanku. Sesaat kemudian, aku melihat kau sangat aneh. Kau seperti terkena rayuan gombal dari seorang cowok yang kau idamkan. Kau tersipu malu mendengar pujianku. Apakah kau jatuh cinta padaku, atau justru kau merasa itu hanya lelucon belaka karena kau tahu aku memiliki selera humor yang tinggi? Entahlah.
Sampai saat itu, ada pengumuman kelulusan UAN juga penerimaan siswa baru di SMA yang kita inginkan. Pada kelulusan UAN, sekolah kita lulus 100% dengan hasil yang memuaskan. Pada pengumuman penerimaan siswa baru, kau dan beberapa siswa diterima di sana, begitu pula aku. Senang sekali rasanya. Akan tetapi, aku sempat berpikiran untuk mencari sekolah lain. Sampai akhirnya, aku diterima di sebuah SMA swasta di Surabaya. Dan kau belum mengetahui itu. Ketika daftar ulang di SMA favorit kita, temanku, Dhea memberitahu kepada kau bahwa aku tidak di Lumajang, tapi aku akan sekolah di Surabaya.
“Rizky, kamu yakin mau pindah di Surabaya?”, tanya kau.
“Iyo, Bel.”, jawabku.
“Nggak, aku nggak percaya. Kau bercanda kan?”, tanya kau lagi.
“Iya, aku serius. Ini aku bawa perlengkapan MOS-nya.”, jawabku menegaskan.
Tiba-tiba, aku melihat kau seperti orang yang sedang patah hati. Apa mungkin karena ucapanku? Aku rasa seperti tak tega mengatakan ini pada kau. Aku sempat punya firasat bahwa kau jatuh cinta padaku, ternyata firasatku berkata benar, kau jatuh cinta padaku. Aku sampai tak percaya bahwa kau cinta padaku. Hingga pada saat itu kau mengajakku ke sebuah tempat di dekat pohon cherish, kau mengatakan sesuatu padaku,
“Rizky, sebenarnya aku baru-baru ini ada rasa sama kau, cuma aku nggak tahu kau ada rasa sama aku atau tidak sekarang. Kira-kira kau mau nggak jadi pacarku, itu pun kalau kau mau, kalau tidak, ya nggak apa-apa. Aku nggak memaksa, kok.”
Aku kaget mendengar penyataannya. Baru pertama kali seorang cewek menembak seorang cowok, menurut sebagian orang itu adalah hal yang tak biasa, seharusnya cowok yang menembak cewek. Namun bagiku, itu adalah hal yang luar biasa. Hal itu menunjukkan bahwa cewek tidak gengsi untuk menembak cowok, kau sangat berani. Bahkan mungkin, aku bisa memberi kamu 2 jempol, kalau bisa aku berikan 4 jempol, tambahannya dari jempol kaki. Hehehe. Tapi,
“Terima kasih, Bel, atas kejujuran kau. Tapi, aku minta maaf. Aku tak bisa menerima kau menjadi kekasihku. Mungkin, lain waktu saja, entah tahun depan, atau bertahun-tahun lagi. Lebih baik kita sahabatan dulu aja, ya?”, jawabku.
“Ya sudah, nggak apa-apa. Aku terima keputusan kau.”, kau mulai menerima kenyataan.
Aku sangat bodoh sekali saat itu. Mengapa aku menjawab seperti itu. Akan tetapi, yang lalu biarlah berlalu, yang terjadi sudah terjadi. Mungkin ini adalah yang terbaik untukku, untuk kau, untuk kita. . . .
Aku sangat takjub karena saat itu kau duduk di kelas akselerasi di SMA favorit itu. Impianmu untuk lulus SMA melalui jalur akselerasi terwujud, seperti yang kau ceritakan padaku. Aku turut bahagia. Di saat SMA, kau sering curhat tentang masalahmu, kadangkala kau berikan puisi singkat romantis via SMS, aku juga memberi humor yang lucu agar kau tak sedih saat menjalani masa SMA. Di saat itu pula kau memulai mempunyai akun jejaring sosial, dan akulah yang mengonfirmasi permintaanmu sebagai teman di situs jejaring sosial tersebut. Kau mulai akrab dengan akun jejaring sosial itu.
Aku ingat saat kau mulai merasakan yang namanya cemburu. Kau selalu curiga saat aku dan Dhea saling curhat, sedangkan kau tak pernah dianggap olehku. Maafkan aku, Kasih. Aku tlah membuatmu cemburu dan tak pernah menganggapmu ada. Jujur, aku juga pernah suka sama Dhea. Aku pernah menembaknya. Aku sadar, hal itu membuat kau semakin jatuh ke dalam api cemburu. Cinta kau sangat besar padaku. Terus terang, karena cinta kaulah yang membuatku kembali jatuh cinta pada kau.
Dua tahun tlah berlalu, kau telah lulus SMA karena kau berada di kelas akselerasi. Kini, kau seakan-akan adalah “kakak kelasku” karena kau lulus lebih dulu. Aku harap kau tak melupakan diriku sebagai sahabat kau, juga orang yang kau cintai.
***
Mungkin hanya ini yang ingin kusampaikan pada kau. Akhir surat ini, aku ingin menjadi cinta terakhir bagi kau, aku ingin menjadi pelabuhan akhir cinta kau, aku ingin kau menjadi jodoh terakhir yang diberikan Tuhan padaku. Tulisan surat ini kuingin selipkan di dalam hati kau. Di dalam cinta kau. Melalui lubuk hatiku yang paling dalam. Melalui perasaan yang tak menentu. . .
***
1 komentar
Ya ampun, kasian ya ditolak :(
BalasHapus